SAMBADA RATU
Sejarah mencatat banyak kisah tentang pemimpin. Ada yang baik dan ada yang buruk. Ada yang dicintai tapi ada juga yang dibenci. Pemimpin yang baik dan ideal, menurut naskah Sanghyang Hayu (naskah berbahan nipah abad XVI Masehi, beraksara Sunda buhun), harus berpegang teguh kepada prinsip astaguna ”delapan kearifan”.
Pertama, animan (lemah lembut), pemimpin harus memiliki sifat lemah lembut, dalam arti tidak berperilaku kasar. Kedua, ahiman (tegas), bersikap tegas, dalam pengertian tidak plin-plan. Ketiga, mahiman (berwawasan luas), memiliki berbagai macam pengetahuan dan berwawasan tinggi agar tidak kalah dari bawahannya.
Keempat, lagiman (gesit/cekatan/terampil), dituntut terampil dan gesit serta cekatan dalam bertindak atau melakukan suatu pekerjaan. Kelima, prapti (tepat sasaran), memiliki ketajaman berpikir serta tepat sasaran karena jika keliru atau berspekulasi akan menghambat suatu pekerjaan.
Keenam, prakamya (ulet/tekun), memiliki keuletan dan ketekunan yang sangat tinggi. Ketujuh, isitna (jujur), dituntut memiliki kejujuran, baik dalam perkataan, pemikiran, maupun perbuatan, agar dipercaya. Kedelapan, wasitwa (terbuka untuk dikritik), memiliki sikap legowo dan bijaksana sehingga mau menerima saran dan terbuka untuk dikritik jika berbuat salah atau menyimpang dari aturan. Pertanyaannya, saat ini adakah pemimpin yang memiliki delapan sifat luhur tadi?